Aksara Jawa Lengkap, Contoh, Cara dan Sandhangannya

by -8476 Views
Yuk Viralkan

Contoh tulisan aksara jawa di lambang Kraton Jogja
Gudeg.net

JOGJA POST — Aksara Jawa biasa disebut Carakan atau Hanacaraka merupakan salah satu aksara tradisional tertua yang ada di Indonesia. Bahasa ini digunakan untuk menulis bahasa Jawa, serta bahasa daerah yang ada di Nusantara seperti bahasa Sunda dan Sasak.

Penulisan pada aksara Jawa hampir serupa dengan penulisan aksara Bali. Ke 2 aksara ini hampir serupa dengan aksara Batak, Baybayin, Buhid, Hanuno’o, Kaganga, Lontara, Rencong, Tagbanwa dan Sunda kuno. Sebelum dikenal sebagai aksara Jawa, penulisan ini dikenal sebagai Proto-Sinaitic, Fenisia, Aramea, Brahmi, Pallawa, Kawi atau Jawa Kuno dan Aksara Jawa.

Pada abad ke 19, aksara Jawa resmi dimasukkan ke dalam Unicode versi 5.2, namun kompleksitasnya hanya bisa melalui program Graphite SIL seperti open source dan Firefox. Kesulitan ini yang membuat aksara Jawa tidak popular, kecuali berada di preservasionis.

Sejarah Aksara Jawa

Aksara Jawa Lengkap
Aksara Jawa Lengkap

Kita sudah katakan sebelumnya aksara Jawa dan Bali merupakan turunan dari aksara Brahmi, kita masa Hindu-Budha. Bahasa ini biasa digunakan dalam acara keagamaan yang merupakan terjemahan sansekerta yang tertulis dalam daun lontar.

Pada masa kerajaan Hindu-Budha, bahasa aksara kawi terus berubah menjadi bahasa Jawa, tetapi memiliki ortografi yang tetap. Sampai pada abad ke 17 sampai di bentuk moderennya dan dikenal masyarakat sebagai carakan atau hanacaraka, berdasar 5 dasar aksara.

Penulisan caraka banyak digunakan oleh keraton kerajaan yaitu Yogyakart dan Surakarta, sebagai penulis naskah berbagai subyek seperti ramalan, tambang kuno, sejarah dan cerita-cerita. Sementar subyek yang terkenal akan di tulis berkali-kali, serta ditambahkan piguran.

Lokakarya asal Sriwedari – Surakarta, pada tahun 1926 menghasilkan ketetapan Sriwedari. Sebagai landasan awal untuk standard ortografi dalam penulisan aksara Jawa. Sampai akhirnya Indonesia merdeka, banyak ortografi aksara Jawa yang mulai dipulikasikan oleh Kementrian Kebudayaan dan Pendidikan di Patokan Panoelise Temboeng Djawa pada tahun 1946.

KBJ (Kongres Bahasa Jawa) membuat panduan dari tahun 1991 – 2006, KBJ juga sangat berperan dalam implementasi Unicode aksara Jawa. Tetapi di tahun 1926 aksara Jawa mulai menurun pamornya, setelah ortografi diubah menjadi bahasa latin dan sekarang lebih banyak menggunakan bahasa latin dalam menulis bahasa Jawa.

Meski begitu masih ada beberapa majalah yang menulis dengan aksara Jawa seperti Jaka Lodhang. Sekarang aksara Jawa masih diajarkan di jenjang sekolah dasar pada daerah yang menggunakan bahasa Jawa.

Ciri-ciri Aksara Jawa

Aksara Jawa Angka
Aksara Jawa Angka

Aksara Jawa merupakan tulisan Abugida, dimana penulisannya dari kiri ke kanan dangan melambangkan satu suku kata seperti “a” atau “ɔ” bergantung pada posisi dari aksara. Selain itu penulisannya tidak menggunakan spasi sehingga untuk membacanya Anda harus paham teks aksara Jawa dari setiap kata.

Pada penulisan bahasa, aksara Jawa juga memiliki beberapa kekurangan kata seperti tanda penghubung, tanda seru, titik dua, tanda kutip dan tanda tanya. Hal ini sangat berbeda dengan bahasa latin yang lebih lengkap dalam penulisan.

Sekarang aksara Jawa dibagi dalam beberapa bagian. Aksara yang digunakan untuk penulisan bahasa Jawa modern terbagi 20 suku kata dasar, jenis lainnya seperti angka Jawa, aksara suara dan tanda baca. Setiap huruf dalam aksara Jawa di bagi menjadi 2 yaitu pasangan dan nglegena.

Selain aksara dasar kebanyakan konsonan yang terpengaruh oleh bahasa Sansekerta untuk bahasa Jawa kuno. Selama perkembangan bahasa, kata dalam aksara Jawa berubah fungsi dan kehilangan representasi aslinya.

Ketika sejumlah tanda diartikan yang disebut sandhangan untuk merubah vocal, dengan memasukan ejaan asing dan menambah konsonan. Ada juga beberapa tanda baca yang diartikan bisa di pakai secara bersamaan, namun tidak semua kombinasi dapat digunakan

1. Penulisan Aksara Jawa

Pembaca aksara Jawa tergantung dari dialog orang yang membacanya. Pada umumnya daerah Jawa Barat menggunakan vocal “a”, sementara untuk daerah Jawa Timur banyak menggunakan vocal “ɔ”. Aturan dalam aksara Jawa telah di tulis pada Weweton Sriwedari, yaitu

– aksara Jawa dibaca dengan huruf vocal “ɔ”, jika kata sebelumnya merupakan kata yang mengandung sandhangan swara.

– aksara Jawa dibaca dengan huruf vocal “a”, jika kata sebelumnya merupakan kata yang mengandung sandhangan swara.

– aksara yang pertama di baca “ɔ” sebagai kata umum, jika 2 setelahnya merupakan aksara dasar maka vocalnya berubah menjadi “a”.

– saat bahasa aksara Jawa diartikan dalam bahasa latin, maka hasilnya bukanlah berbentuk huruf melainkan sebagai huruf vocal.

Pada aksara Jawa sekarang terdapat 11 aksara suara dan 34 aksara konsonan, tetapi tidak semua aksara ini digunakan dalam penulisan aksara modern. Berikut ini contoh aksara Jawa aslinya yang biasa di pakai dalam Sansekerta dan Jawa kuno.

2. Konsonan aksara Jawa

Pada ortografi aksara modern menghilangkan pelafalan alinya dan dialihfungsikan, dari 34 bunyi aksara yang ada di atas 20 diantaranya sebagai aksara dasar. Selanjutnya aksara lain di luar itu menjadi mahaprana dan murda, dengan memiliki bunyi yang sama seperti aksara nglegenanya. Beberapa aturan aksara Jawa modern seperti berikut.

– sebagai penulisan dasar dalam aksara Jawa modern menggunakan aksara nglegena
– aksara murda di pakai saat menunjuk satu nama seperti nama orang yang dihormati dan nama sebuah tempat.

Namun ketika suatu nama tidak memiliki bentuk aksara murda, maka pada bentuk ke 2 harus menggunakannya. Jika kata ke 2 masih tidak ada, maka penggunaan aksara murda ada di yang ke 3, begitu seterusnya. Tetapi aksara ini tidak boleh berada di awal kalimat, serta tidak ada penambahan pengkon.

– aksara mahaprana artinya bacaan dibaca dengan nafas yang berat, maka mahaprana jarang muncul di aksara Jawa modern. Jadi jarang dibahas pada buku aksara Jawa.

3. Konsonan tambahan aksara Jawa

Seiring berjalannya waktu ada beberapa aksara yang berubah menjadi konsosnan seperti pa cerek, nga lelet raswadi dan nga lelet yang awalnya sebagai konsonan vocalic ”r̥”, ”l̥”, dan ”l̥: ”. Ketika bahasa aksara Jawa masih asli terpengaruh oleh bahasa Sansekerta. Ke 3 aksara ini di atur dalam ortografi kontemporer sebagai konsonan yang di kenal ganten dengan bunyi ”ɽə”, ”ɭɤ” dan ”ɭə”.

Aksara tersebut merupakan aksara tetap yang menggantikan setiap kombinasi seperti la-pepet-tarung, la-pepet dan ra-pepet. Sebab memiliki vocal yang tetap, maka ke 3 aksara tersebut tidak bisa di gabung dengan tanda baca.

Konsonan tambahan lainnya yaitu ra agung dan ka sasak. Ra agung biasa digunakan untuk menulis nama seseorang yang sangat dihormati, salah satunya anggota kraton atau kerajaan. Sementara ka sasak merupakan penulisan tradisional yang berbunyi “qa” dan biasa digunakan dalam bahasa Sasak.

Sementara bahasa asing dalam aksara Jawa ditulis dengan cecak telu yang berada di atas, namun bunyinya hampir sama. Jenis ini namanya aksara rekan yang berdasarkan dari bahasa aslinya, biasa digunakan dalam bahasa Belanda dan Arab.

4. Vocal aksara Jawa

Aksara Swara Aksara Jawa
Aksara Swara Aksara Jawa

Pada umumnya vocal aksara Jawa murni ditulis ”ha”, dengan konsonan kosong dan menggunakan tanda baca yang sesuai.

Selain aksara itu masih ada aksara lain yang dikenal sebagai aksara swara, biasanya digunakan untuk menandakan sebuah nama hampir sama dengan aksara murda.

Aksara ini untuk mencegah bahasa asing seperti elemen Argon. Serta tidak bisa digunakan untuk aksara pasangan, bila ada aksara sigegan didepannya harus dimatikan dengan menggunakan pengkon.

Jenis Aksara Jawa Sandhangan

Sandangan penutup kata Aksara Jawa
Sandangan penutup kata Aksara Jawa

Aksara sandhangan merupakan aksara yang tidak bisa sendiri, dengan kata lain harus dipasangkan dengan aksara dasar untuk bisa diartikan. Pada ortografi aksara sandhangan di bagi menjadi 3 yaitu sandhangan wyanjana berada di tengah kata dan sandhangan sesigeg berada di akhir suku kata, sandhangan ini berfungsi merubah vocal pada huruf dasar.

1. Sandhangan Swara

Sandhangan swara yang lebih umum dikenal sebagai sandhangan vocal memiliki 9 jenis. Tetapi ada beberapa vocal yang harus di tulis lebih dari satu, hal ini biasa terjadi pada sandhangan tarung. Sandhangan swara juga bisa digabungkan dengan sandhangan wyanjana.

2. Sandhangan Wyanjana

Wyanjana pengkal, cakra keret dan cakra beguna untuk membentuk gugus sebuah konsonan –ya, -ra dan –re. Pada awalnya ke 3 aksara ini merupakan aksara ya, ra dan pa cerek sampai akhirnya menjadi sandhangan tersendiri oleh ortografi aksara Jawa. Sandhangan ini memiliki sifat panjingan, dimana aksara pasangan yang bisa digabung dengan pasangan lain sehingga bertumpuk menjadi 3.

Pasangan atau Pengkoh dalam Aksara Jawa

pasangan Aksara Jawa
Pasangan Aksara Jawa

– Pasangan

Pasangan bisa diberi sandhangan seperti aksara dasar yang mendapat pengecualian dari penempatan. Jika sandhangan yang berada di bawah, maka sandhangan berada setelah pasangan. Sementara untuk sandhangan di atas, maka berada di depan kata dasar.

Selanjutnya sandhangan yang berada di atas dan bawah, maka diletakkan segaris dengan aksara. Selain itu setiap aksara hanya boleh satu pasangan dan satu pasangan hanya boleh bersama satu panjingan.

– Pangkon

Pangkon digunakan untuk membuat sebuah konsonan di aksara dasar dengan menghilangkan vocal interen sebuah huruf dasar. Tetapi terdapat pengecualian untuk aksara yang memiliki konsonan –ng, -h dan –r sebab bisa ditulis sebagai tanda baca sendiri.

Selain itu pengkoh hanya boleh berada di akhir kalimat, jika terpaksa ada kalimat mati di tengah harus disertai dengan pasangan. Salah satunya aksara na yang dipasang aksara da, maka di baca nda. Mengingat pasangan merupakan varian glif, sehingga memiliki Unicode sama.

Aksara Jawa Numeral

Pada aksara Jawa numeral memiliki angka tersendiri yang terdiri dari angka 0 – 9. Selain itu ada lebih dari 10 angka yang memiliki bentuk mirip dengan silabel Jawa seperti 1 – ga, 2 – nga lelet, 3 – aksara E, 7 – /a, 8 – pa murda, 9 – ya.
Jadi untuk meminimalkan kerancuan, aksara numeral diberi penanda pada ke 2 sisi yaitu pangkat. Misalnya “Selasa 19 Maret 2013” diberi pangkat supaya nantinya tidak menjadi “Selasa gaya Maret 2013”.

Sementara untuk angka lebih besar dari angka 9, maka penulisan tinggal digabungkan saja sama seperti penulisan angka dalam bahasa Arab. Misalkan angka 17 penulisannya menggabungkan antara angka 1 dengan angka 7. Selain itu lungsi juga biasa digunakan untuk menandai angka, terkadang angka juga diganti dengan angka Arab untuk menghindari salah pengartian.

Tanda Baca Aksara Jawa

Tanda baca yang tersedia dalam aksara Jawa hanya ada pengapit, koma dan titik. Jika kita bandingkan dengan penulisan alphabet latin, maka aksara Jawa tidak memiliki titik koma, patik tunggal, titik dua, garis miring, tanda hubung, tanda tanya dan seru. Selain itu sobol matematika seperti sama dengan, tambah, kurang, kali dan bagi.

Walaupun begitu aksara Jawa memiliki tanda baca yang tidak ada di penulisan lain. Secara garis besar aksara ini dibagi menjadi 2 yaitu tanda baca khusus dan umum. Tanda baca khusus biasanya digunakan untuk karya sastra dan tanda baca umum digunakan untuk penulisa biasanya.

Urutan Aksara Jawa

Hanacaraka
Hanacaraka

– Hanacaraka

Urutan aksara berdasarkan hancaraka dimana mengacu kepada 5 kasra dasar pertama. Pada urutan ini akan membentuk pangram (puisi) 4 bait seperti menceritakan tokoh dalam dongeng Aji Saka, sebuah dongen yang menceritakan awal terciptanya aksara Jawa.

Susunan dongeng Aji Saka yaitu Hancaraka (terdapat 2 utusan), Data Sawala (berbeda pendapat), Padha Jayanya (kekuatan yang sama) dan Maga Bathanga (mayat mereka). Tetapi urutan ini tidak menjelaskan urutan aksra lainnya seperti mahaparna dan murda, selain itu sangat berbeda jauh dengan aksara Jawa aslinya yang indentik dengan bahasa sansekerta.

– Kaganga

Aksara Jawa juga bisa di susun menjadi kagana yang mengikuti Sansekerta Panini, maka memiliki hubungan dengan aksra India lainnya. Urutan kaganga mengacu kepada aksara Jawa kuno yang masih terpengaruh oleh Hindu-Budha, sementara sekara urutan ini dipakai untuk Unicode. Saat menggunakan urutan ini akan mewakili bunyi yang biasa dipakai aksara Jawa kuno.

– Hanacaraka Diperluas

Seiring berjalannya waktu sekelompok neo-konservatif Jawa membuat urutan baru, mereka menggabungkan urutan hanacaraka disertai dengan urutan mahaparna dan aksara murda. Selain itu memilki bunyi akslinya seperti urutan kaganga.

Penggunaan urtan seperti ini bisa membantu orang dalam menebutkannya, serta bisa digunakan untuk menulis bahasa asing salah satunya bahasa Sansekerta yang umum digunakan untuk motto kesatuan. Bahkan menjadi motto dari NKRI.

Penggunaan Aksara Jawa

Logo Icon Jogja Versi Aksara Jawa
http://gasinglab.com

Di daerah yang bahasa sehari-harinya menggunakan bahasa Jawa seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah, aksara Jawa masih diajarkan sampai kelas 3 – 5 SD. Semantara untuk media cetak dan visual, aksara latin masih lebih dominan karena akses untuk mendapatnya lebih mudah.

Tetapi di beberapa bagian majalah dan surat kabar lokal masih menggunakan aksara Jawa, serta beberapa usaha revivalisasi seperti penulisan pada penunjuk jalan. Hal yang menghambat adalah tidak adanya ortografi atau tiprografi aksara, serta digitalisasi komputer yang sangat kompleks. Selain itu ada aksara Jawa yang digunakan di luar bahasa Jawa seperti;

– Bahasa Bali

Pada dasaranya aksara Bali merupakan bagian dari tiprografi, mereka tidak menggunakan huruf dha dan tha. Tetapi banyak kata yang sudah tidak digunakan dalam aksara Jawa masih digunakan aksara Bali, salah satunya kata seratapa Sansekerta dan Jawa kuno.

– Bahasa Sunda

Penulisan aksara Jawa bisa juga digunakan untuk menulis bahasa Sunda, namun melalui beberapa perubahan yang dikenal sebagai Cacarakan. Salah satu yang membedakannya sama seperti aksara Bali yang tidak menggunakan kata dha dan tha. Maka konsonan dasara hanya berdiri sendiri, dengan 18 huruf. Selain itu juga terlihat dari vocal yang menjadi satu tanda baca, serta huruf “nya” yang berbeda.

Contoh Tulisan Aksara Jawa dan Cara Menulis Aksara Jawa

1. Contoh Tulisan Aksara Jawa

Contoh tulisan aksara jawa
Contoh tulisan Aksara Jawa

2. Contoh Tulisan Aksara Jawa

Contoh Tulisan Aksara Jawa tentang Al Quran
Contoh Tulisan Aksara Jawa tentang Al Quran

3. Contoh Tulisan Aksara Jawa Pitik Pitua

Contoh tulisan Aksara Jawa pitik pitua
Contoh tulisan Aksara Jawa pitik pitua

4. Contoh Tulisan Aksara Jawa Mangan Sate

Contoh Tulisan Aksara Jawa Mangan Sate
Contoh Tulisan Aksara Jawa Mangan Sate

5. Logo Jogja Versi Aksara Jawa

Logo Jogja Versi Aksara Jawa
http://gasinglab.com

 

– Bahasa Asing dan Indonesia

Pada dasarnya aksara Jawa bersifat fonetis, sehingga bisa digunakan untuk menulis bahasa Indonesia dan kata serapan dari bahasa asing. Kita bisa melihatnya di beberapa kota besar Jawa seperti Surakarta dan Yogyakarat.

Sebagai warga Negara Indonesia, kita harus tetap menjaga warisan Negara seperti bahasa aksara Jawa. Hal ini bisa menjadi sebuah ciri khas dari sebuah daerah dan Negara, maka sayangi dan lestarikan warisan Indonesia. Love you Jogja…

 


Yuk Viralkan

Response (1)

  1. Saya juga menyukai Huruf Jawa (Ha Na Ca Ra Ka). Tahun 1972 saat kelas 4 Sekolah Dasar Raden Patah di Kota Kabupaten Ngawi.
    Anehnya Huruf Jawa yang saya pelajari Lengket sampai Sekarang. Saya pelajari Huruf Jawa sampai buku jilid 2 yang isinya ada angka Jawa, Vocal/ A, e, i, o, u dll.
    Pernah ke Pemandian/ Kolam Renang buatan Belanda di desa Tawun, kabupaten Ngawi, di atas jalan masuk ada Angka Jawa 1952 nggak ada yg bisa baca, kecuali saya saat itu. Ya, saya suka pelajari seni. Saat ini saya Menemukan Cara Belajar Alat Musik Gitar, Keyboard, Seruling, Harmonica 10 Jam System. Dalam 10 jam murid sudah bisa bermain alat musik yg dipelajarinya, bahkan ada yg belajar Gitar 10 jam Berani bergabung dengan teman-temannya membentuk Group Band. Ya, Theory ini Belum Saya Bukukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *