JOGJA POST – Apa itu bahasa Jawa krama inggil? Bahasa Jawa krama inggil adalah bentuk bahasa jawa yang lebih sopan dan dipakai dalam percakapan sehari-hari. Secara khusus penggunaannya dilakukan antara seseorang dengan orang yang usianya lebih tua. Sementara itu, kebalikan dari krama inggil yaitu bahasa Jawa Ngoko atau Bahasa Jawa Kasar.
Krama inggil bisa dikatakan juga bahasa yang dipakai untuk menghormati, termasuk didalamnya mengatur tingkah laku, mimic wajah, cara kita duduk, cara memandang, dan sebagainya. Krama inggil umumnya sudah diajarkan sejak kecil dan menjadi sebuah kebiasaan. Dalam pengguaannya, bahasa jawa krama juga sangat fleksibel tergantung situasi di tempat dan kondisi saat itu juga.
Bahasa Jawa Krama Inggil
Ragam Bahasa Jawa:
Pengelompokkan ragam bahasa jawa terdiri dari 3 yaitu ragam ngoko, ragam krama, dan ragam krama inggil. Mari kita bahas satu per satu.
1. Ragam Ngoko adalah ragam kata bahasa jawa yang digunakan pada tataran percakapan biasa. Seperti antara teman atau orang yang sudah akrab.
2. Ragam Krama adalah ragam kata yang dipakai pada tataran menghormati lawan bicaranya tetapi masih dalam kategori level menengah. Contohnya berbicara kepada orang yang baru dikenalnya.
3. Ragam Krama Inggil merupakan ragam kata yang dipakai untuk menghormati lawan bicara yang memiliki status atau kedudukan yang lebih tinggi. Seperti berbicara dengan para pejabat pemerintahan, kyai, atau guru.
Perbandingan Antara Ragam Ngoko, Madya dan Krama:
Bahasa Indonesi: “Saya mau makan”
Ngoko : “Aku arep mangan”
Madya : “Kula ajeng nedha”
Krama Lugu : “Kula badhe nadhi”
Krama Alus : “dalem badhe nedhi”
Makna Dalam Beberapa Kata Krama Inggil:
Dalam bahasa jawa, kata krama inggil memiliki makna yang lebih dari satu alias ganda. Misalnya kata “Sugeng” pada krama inggil bermakna “selamet”, “urip” yang artinya hidup, dan “lemu” berarti gemuk. Ketiga makna sugeng yang dijabarkan berasal dari bahasa Ngoko.
Contohnya:
Kata “sugeng” dari krama inggil
– Ngoko: “Mugo-mugo kabeh podo selamet”
– Krama alus: “Mugi-mugi sedaya sami sugeng”
Pemakaian Leksikon dan Afiks:
Leksikon krama inggil selalu digunakan untuk menghormati lawan bicara. Pembagian leksikon krama inggil secara makna terbagi atas dua. Pertama kata yang bemakna meninggikan atau meluhurkan lawan bicara.
Dan kedua, kata yang bermakna merendahkan diri saat berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Bedanya dua kelompok ini adalah pada kelompok pertama biasanya sering disebut krama inggil sedangkang kelompok kedua sering disebut krama andap. Perhatikan kosakata krama inggil dibawah ini;
– Kosakata krama inggil “mundut” jika diandapkan menjadi “nyuwun” yang berarti minta.
– Contoh lainnya ada pada kosakata krama inggil “paring” jika diandapkan menjadi “caos” yang berarti beri.
– Atau “ngendika” untuk krama inggil, dan “dhawuh matur” untuk krama andap yang berarti berkata.
Pada tingkatan ini, afik dipun-, ipun atau –aken cenderung sering digunakan. Seperti contoh kalimat yang tersaji dibawah ini. Coba Anda amati baik-baik.
Contohnya:
“Ing wekdal semanten, kathah tiyan sami risak watak lan budi pakartinipun”, yang artinya saat itu banyak orang yang rusak perangai dan budi pekertinya.
Perhatikan pada kata “pakartinipun” berasal dari kata “pakarti” yang ditambahi afiks –ipun.
Penggunaan bahasa jawa krama inggil sering kita temui pada kalimat-kalimat didalam pidato atau sering disebut sesoroh. Dibawah ini contoh pidato yang menggunakan afiks –ipun, aken atau dipun-.
“Sakderekipun adicoro kalaksanaaken sumonggo kito muji syukur dumateng ngersanipun Allah SWT. Awit kanthi lantaran rahmat soho nikmatipun Allah SWT., kito saget makempal wonten dhalem mriki. Sholawat soho salamipun mugi tansah dipun tetepaken wonting ngersanipun junjungan nabi kito Muhammad SAW.”
Yang artinya, Saudara pelaksana acara, mari kita memuji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan nikmatnya Allah, kita bisa hadir di rumah ini. Sholawat dan salam semoga tetap bisa diberikan kepada junjungan nabi Muhammad SAW.
Perhatikan paragraph diatas terdapat beberapa afiks yang menandakan penggunaan krama inggil. Afiks –ipun bisa kita temui pada kata “sakderekipun”, “ngersanipun”, “nikmatipun”, dan “salamipun”. Anda juga bisa menemukan didalam paragraph, terdapat pula kata “dipun” dan afiks –aken pada kata “kalaksanaaken”.
Pengambilan bahasa Jawa Krama Inggil:
Menurut sumber lainnya, kosakata pada krama inggil umumnya memiliki bentuk yang beda dari kata-kata padanan ngoko ataupun krama. Banyak dari kosakata krama inggil diambil dari bahasa Sansekerta atau leksikon bahasa Jawa Kuno, bahkan ada beberapa yang mengambil dari bahasa Persia dan Arab seperti kosakata berikut ini:
– Kosakatan krama inggil “asta”, atau Ngokonya “tangan” yang berarti tangan bersumber dari bahasa Sansekerta.
– Kosakatan krama inggil “estri”, atau Ngokonya “wadon” yang berarti perempuan bersumber dari bahasa Sansekerta.
– Kosakatan krama inggil “asma”, atau Ngokonya “jeneng” yang berarti nama bersumber dari bahasa Arab.
– Kosakatan krama inggil “abdi”, atau Ngokonya “batur” yang berarti pembantu bersumber dari bahasa Arab.
– Kosakatan krama inggil “talinga” atau ngokonya “kuping” yang berarti telinga bersumber dari bahasa Jawa Kuno
– Kosakatan krama inggil “wuto” atau ngokonya “picak” yang berarti buta bersumber dari bahasa Jawa Kuno.
Contoh percakapan krama inggil dan bagaimana cara tepat menggunakannya:
Bu Yuli: “Adik mu kok ora moro nang omahku, Yan?”
(adik mu kot tidak datang ke rumahku, Yan?)
Yanti: “Mboten bu, Dik Ari kesah dhateng Solo, dipun-utus Pak Hasan tumut lomba musik”
(tidak bu, dik Ari pergi ke Solo, diutus pak Hasan ikut lomba musik)
Bu Yuli: “Aku oleh ndelok adimu lomba? Karo ndeleng foto-foto lombane”
(Saya boleh lihat adikmu lomba? Sambil lihat foto-foto lombanya)
Yanti: “Sumangga bu, foto-fotonipun lajeng dipun-paringaken kulo. Kala wau Pak Budi priksa
menawi adalem badhe marak Ibu”
(silahkan bu, foto-fotonya sudah dikasihkan saya. Tadi pak Budi tahu kala saya akan ke
tempatnya ibu)
Bu Yuli: “io paling engko sore aku tak mampir neng omahmu”
(ia, mungkin nanti sore saya mampir ke rumahmu)
Yanti: “Sendiko bu”
(mari silahkan bu)
Keterangan Penggunaan krama/kram inggil:
1. Kosakata “kesah” pada kalimat “Mboten bu, Dik Ari kesah dhateng Solo ….” Menyebut bahwa Ari adalah muritnya Bu Yuli maka Yanti menggunakan bahasa krama bukan krama inggil.
2. Kosakata “priksa” pada kalimat “….Kala wau Pak Budi priksa menawi ….” Menyebut bahwa Yanti sedang menghormati pak Budi maka menggunakan bahasa krama inggil.
Krama inggil merupakan etika bagi kita yang saat ini atau telah menggunakan bahasa jawa supaya berkesan lebih sopan. Dan cocok apabila digunakan pada kehidupan sehari-hari. Sayangnya, di era sekarang banyak masyarakat kita yang melupakan etika berbahasa jawa bahkan tidak bisa menggunakannya secara baik.
Banyak dari kita justru lebih “memelihara” budaya feodalisme ketimbang budaya asli tanah. Padahal budaya dan bahasa merupakan jati diri dari bangsa Indonesia yang beraneka ragam.
Banyak orang jawa yang sudah berpindah dan menetap di wilayah lain hampir tidak mengerti bahasa jawa. Padahal esensi dari bahasa krama juga terletak pada bahasanya. Jika baik bahasa kita, maka juga dapat berpengaruh pada gerak tubuh, sikap dan tutur bahasa yang baik dan sopan. Semoga apa yang telah dibahas tentang bahasa Jawa Krama Inggil ini bisa lebih bermanfaat.
JogjaPost Jogja News Today. Presenting a variety of interesting information both local Jogja, national and even international. Follow us on Google News and other social media.
burik da punya dapwo