Kasus Perundungan di SMA Binus: Korban Audiensi dengan DPR

by -90 Views
Korban Perundungan(pixabay.com)
Korban Perundungan(pixabay.com)

Perundungan di Binus: Korban Trauma, Sekolah Bantah Pengeroyokan

Kasus perundungan yang terjadi di SMA Bina Nusantara (Binus) Simpruk, Jakarta, terus mendapat perhatian publik.

Korban yang mengalami perundungan tersebut telah hadir dalam audiensi dengan Komisi III DPR RI di Senayan, Jakarta, didampingi oleh penasihat hukumnya.

Salah satu hal yang mencuat dalam audiensi ini adalah dugaan bahwa salah satu orang tua pelaku perundungan adalah seorang ketua partai politik.

Kondisi Korban dan Tindakan Hukum

Menurut penasihat hukum korban, Agus, perundungan yang dialami korban tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mental, yang menyebabkan trauma mendalam.

Karena itu, korban memerlukan pendampingan psikologis untuk memulihkan kondisinya.

Perundungan ini diduga telah terjadi sejak November 2023, yaitu sejak korban pindah ke sekolah di Simpruk.

Selain menyebut keterlibatan pejabat dan ketua umum partai politik sebagai orang tua pelaku, penasihat hukum korban juga meminta pihak sekolah untuk bertanggung jawab atas insiden ini.

Selama proses penanganan kasus ini, diketahui bahwa para pelaku terdiri dari 10 hingga 30 siswa yang tergabung dalam kelompok tertentu.

Beberapa pelaku bahkan mengaku sebagai anak pejabat, pengusaha, hingga ketua partai politik. Hal ini memicu mereka meminta korban untuk melayani keinginan mereka.

Pendapat Komisi III DPR dan Tanggapan Sekolah

Rapat dengan Komisi III DPR yang turut dihadiri oleh korban mendapat perhatian serius. Anggota Komisi III, Habiburokhman, menyatakan bahwa dalam kasus ini kedua belah pihak adalah anak-anak yang masih dalam tahap belajar.

Oleh karena itu, penting untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperbaiki diri, bukan sekadar menghukum.

Habiburokhman menekankan bahwa tujuannya bukan untuk mencari siapa yang salah atau benar, tetapi untuk memberikan pembelajaran agar anak-anak dapat menjadi lebih baik di masa depan.

Di sisi lain, pihak Yayasan Bina Nusantara mengaku telah melakukan investigasi internal dan menyerahkan hasilnya kepada pihak penyidik.

Pihak sekolah membantah adanya pengeroyokan terhadap korban dan menyebut bahwa perundungan tersebut lebih bersifat “satu lawan satu” berdasarkan kesepakatan kedua pihak.

Mereka juga menyatakan bahwa pihak korban sendiri yang mengusulkan bentuk perundungan tersebut. Selain itu, sekolah mengklaim telah melakukan empat kali mediasi antara korban, pelaku, dan orang tua mereka.

Sebagai langkah awal, pihak sekolah telah memberikan sanksi skorsing terhadap sejumlah pelaku yang dilaporkan.

Namun, keluarga korban memilih untuk menempuh jalur hukum. Pihak sekolah sendiri berharap agar kasus ini dapat diselesaikan melalui pendekatan restorative justice.

Baca Juga: Kemacetan Parah di Puncak Bogor: Satu Orang Meninggal Dunia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *