Poros Aliansi Baru: Aliansi Korea Utara dan Iran dalam Ambisi Nuklir
Korea Utara dan Iran terus menjadi pusat perhatian internasional, terutama terkait dengan penguatan hubungan bilateral mereka dan aspirasi nuklir yang semakin mengkhawatirkan.
Kedua negara ini telah lama dicap sebagai negara sponsor terorisme oleh Amerika Serikat, dan upaya mereka untuk mengembangkan kemampuan nuklir kini menjadi tema dominan dalam perdebatan keamanan global.
Dengan meningkatnya ketegangan di kawasan Asia Timur dan Timur Tengah, dunia kini menghadapi tantangan serius dalam mengatasi potensi eskalasi militer yang melibatkan kedua negara ini.
Pengerahan Rudal di Perbatasan Korea Selatan
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, baru-baru ini mengumumkan pengerahan sebanyak 250 peluncur rudal balistik taktis baru di sepanjang perbatasan dengan Korea Selatan.
Peluncur ini diyakini merupakan kendaraan peluncur proyektil atau TEL untuk rudal balistik jarak pendek Hwasong-11D.
Semua Rudal ini diklaim dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir dan setiap TEL dapat membawa hingga empat rudal, sehingga berpotensi menempatkan hingga 1.000 rudal berkemampuan nuklir di depan pintu Korea Selatan.
Langkah ini tentu saja meningkatkan ketegangan di kawasan dan menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik di Semenanjung Korea.
Kim Jong-un memperingatkan bahwa ini hanyalah tahap pertama dari rencana mereka untuk membangun kekuatan rudal garis depan dan berjanji untuk menunjukkan kepada dunia “pembaruan peralatan militer generasi baru” setiap tahunnya.
Dia menegaskan bahwa pembaruan tersebut akan memiliki efek deterens terhadap negara-negara musuhnya. Pernyataan ini menambah tekanan pada situasi keamanan di Semenanjung Korea, yang sudah rapuh.
Kemajuan Nuklir Iran
Sementara itu, di kawasan Timur Tengah, Iran tampaknya semakin dekat dengan kemampuan senjata nuklir.
Pada 11 Mei 2024, anggota parlemen Iran Ahmad Baksayev Ardestani mengklaim bahwa negaranya telah mencapai kemampuan senjata nuklir, meskipun klaim ini belum dikonfirmasi secara resmi.
Direktur Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, melaporkan bahwa Iran memiliki cukup uranium yang diperkaya untuk memproduksi beberapa bom nuklir. Namun, ini tidak berarti Iran sudah memiliki senjata nuklir.
Peringatan dari pemerintahan Joe Biden terkait penelitian dan pengembangan Iran yang berpotensi menuju produksi senjata nuklir semakin memperburuk situasi.
Hal ini menambah kekhawatiran internasional mengenai program nuklir Iran dan dampaknya terhadap keamanan regional dan global.
Sejarah Kemitraan Iran-Korea Utara
Kemitraan strategis antara Iran dan Korea Utara telah berlangsung selama beberapa dekade.
Aliansi ini bermula sejak Perang Iran-Irak pada tahun 1980-an, ketika Korea Utara memasok senjata konvensional ke Iran, melawan kebijakan Barat.
Kemitraan ini terus berkembang di tahun 1990-an dengan fokus pada pengembangan rudal balistik.
Pada tahun 2006, Korps Garda Revolusi Islam Iran mengonfirmasi bahwa mereka memperoleh rudal Scud-B dan Scud-C dari Korea Utara selama Perang Iran-Irak.
Laporan Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 2019 mengungkapkan bahwa rudal balistik Shahab-3 Iran didasarkan pada desain rudal Rodong Korea Utara.
Kemitraan ini terus berlanjut, dengan rudal balistik jarak menengah Emad Iran yang digunakan dalam serangan terhadap Israel pada April 2024 juga berasal dari Shahab-3.
Aliansi Korea Utara dan Iran: Tantangan bagi Barat
Korea Utara, Rusia, Iran, dan China telah membentuk Aliansi yang bernam KRINGSĀ yang telah memperkuat posisi mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Aliansi ini dibentuk sebagian sebagai respons terhadap tekanan Amerika Serikat dan peristiwa global seperti invasi Rusia ke Ukraina.
KRINGS bertujuan untuk menantang dominasi Amerika Serikat dan Barat dalam keamanan, politik, dan ekonomi global.
Konsekuensi Global dari Aliansi Nuklir
Ketika Korea Utara memperluas persenjataan rudal berkemampuan nuklirnya dan Iran semakin dekat dengan kemampuan senjata nuklir, risiko proliferasi dan destabilisasi regional akan semakin meningkat.
Pergeseran geopolitik ini menuntut evaluasi ulang terhadap strategi Amerika Serikat dan sekutunya.
Keterlibatan negara-negara besar seperti China dan Rusia menambah kompleksitas upaya diplomatik yang bertujuan untuk menahan ambisi nuklir kedua negara tersebut.
Baca Juga: Tuduhan Sheikh Hasina Kepada AS Terhadap Kejatuhannya
JogjaPost Jogja News Today. Presenting a variety of interesting information both local Jogja, national and even international. Follow us on Google News and other social media.