Merasa Jadi Orang Paling Terkaya dengan Puasa? Napa Mboten?

by -1070 Views
Merasa Jadi Orang Paling Terkaya dengan Puasa Napa Mboten
Pixabay.com

Pernahkah Anda menghitung-hitung, hemat mana pengeluaran hari-hari biasa dibandingkan hari-hari puasa?

Semasa kuliah S1 dulu, hal yang paling prioritas dan gak kalah jauh penting untuk dibicarakan adalah tentang  ekonomi.

Mau tak mau, meskipun bukan dari jurusan ekonomi harus tahu juga wawasan ekonomi. Hal tersebut tak terlepas dari berbagai aktivitas kehidupan yang senantiasa bersinggungan langsung dengan ekonomi.

Bila seseorang pernah mengalami krisis ekonomi, beasiswa (dari orang tua) berhenti, atau ingin hidup mandiri tentu pernah merasakan yang namanya hutang. Nah, tak jarang mahasiswa memang akrab dengan kata tersebut.

Tak ada yang salah memang, bahkan di dalam kehidupan kampus sendiri adanya budaya dari teman-teman seangkatan sangat indah. Ada beberapa teman yang mempunyai sinyal kuat dan dia langsung memberinya uang tanpa akad meminjam.

Ada juga yang memberinya pinjaman sukarela, mau dikembalikan atau tidak gak papa. Juga ada yang model jatuh tempo, biasanya memberikan hutangan dan diberikan batas waktu untuk mengembalikannya.

Bila dua-duanya tak ada yang memiliki ekonomi lebih, biasanya yang dipinjami mencarikan temannya untuk memberikan pinjaman. Atau sepahit-pahitnya memberikan uang meskipun sedikit sebagai tanda empati.

Kekayaan, Kepuasan dan Puasa

Pernah kami berdiskusi tentang arti kepuasan. Ada beberapa teman yang mempunyai ide bahwa kepuasan bisa berawal dari kekayaan. Kekayaan itulah yang dijadikan sebagai pemuas untuk foya-foya. Slogan yang paling sering diucapkan; Muda Foya-foya; Tua Kaya Raya.

Ada juga ide brilian bahwa kepuasan sebenarnya tak ada ujungnya. Semakin dituruti semakin menjadi-jadi. Lihat saja, hari ini yang foya-foya bukan hanya orang kaya; bahkan orang miskin pun suka berfoya-foya. Miskin lho…

Kamipun mengarahkan kepada Islam sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Rasa-rasanya tak ada diskusi kami yang tak disangkutpautkan dengan nilai-nilai ajaran Islam, sebab Islam-lah penyelamat.

Kami mencoba mengurai orang-orang yang justru merasa puas namun tak pernah minta pemuas, kami juga mengamati orang yang sederhana namun juga puas dalam hidupnya, bahkan orang-orang yang sengaja menolak nikmat-nikmat yang ada diisi dunia ini.

Ada 1 kesamaan yang mendasar dari beberapa karakter orang-orang tersebut; yakni amalan puasa. Bila kita “niteni” jalan-jalan yang sudah ada dan terlewati, adanya puncak keinginan itu sebenarnya ketika seseorang akan berbuka puasa.

Apa yang ada di pikiran? Semua akan dibeli dan dimakan!

Bussyyet dah! Rasa-rasanya jika ada makanan yang numpuk sampai segunung pengin makan sekalian.

Tapi apa yang terjadi setelah berbuka, barangkali keinginan besar tersebut tinggal pepesan kosong. Perut terasa kenyang hanya dengan beberapa makanan saja.

Hal itu menandakan bahwa nafsu memang sangatlah besar bila dilihat, namun jika sudah merasakan ya hanya itu-itu saja. Sering kita setelah berbuka puasa merasa cukup sampai sahur kembali.

Sekarang terjawab sudah bahwa orang-orang cenderung lebih hemat pengeluaran di hari-hari puasa dibandingkan hari-hari biasa.

Puasa Solusi Kemiskinan

Di akhir diskusi, kami sepakat bahwa puasa merupakan kunci kepuasan dan kekayaan yang selama ini dicari-cari.

Dengan puasa, seseorang akan merasa puas sebab apa yang dimakan adalah makanan-makanan halal meskipun sedikit. Soal power, tenang saja Allah yang sudah menjamin.

Karena kesederhanaannya itu pula, tak jarang rizki datang dengan sendirinya. Bahkan bila dilakukan secara terus-menerus kekayaanlah yang akan mengejarnya.

So, terlepas adanya anggapan dan perasaan merasa miskin kiranya harus dicermati seberapa jauh ia bisa berpuasa menahan segala keinginan-keinginannya. Sebab semiskin-miskinnya seseorang tentu akan merasa lebih kaya lebih dari cukup bila ia menahan dari perasaaan-perasaan ingin ini dan ingin itu; termasuk ingin makan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *