Perubahan Politik di Turki: Tantangan Baru untuk Erdogan dan Potensi Kebangkitan Oposisi
Ekrem İmamoğlu, seorang tokoh penting dari Partai Rakyat Republik (CHP), telah menjadi sorotan setelah berhasil mempertahankan posisinya sebagai Wali Kota Istanbul dalam pemilihan lokal baru-baru ini.
Kemenangan ini tidak hanya menandai keberhasilan pribadi İmamoğlu, tetapi juga mencerminkan kemenangan signifikan bagi CHP di berbagai wilayah Turki, termasuk daerah-daerah yang sebelumnya menjadi basis kuat Presiden Recep Tayyip Erdogan dan partai AKP-nya, seperti Istanbul dan Ankara.
Kemenangan koalisi oposisi dalam pemilihan lokal ini dianggap sebagai titik balik dalam lanskap politik Turki. Pasalnya, selama dua dekade terakhir, kekuasaan politik di Turki berada di bawah kendali Erdoğan.
Selama 20 tahun terakhir, Erdoğan berhasil mempertahankan posisinya sebagai pemimpin yang sangat populer di kalangan masyarakat Turki, meskipun negara ini menghadapi berbagai krisis ekonomi, polarisasi sosial, dan tudingan dari negara-negara Barat.
Keberhasilan Erdoğan mempertahankan kekuasaannya selama ini tidak terlepas dari karier politiknya yang dimulai sebagai Wali Kota Istanbul pada tahun 1994.
Kariernya kemudian semakin menanjak setelah ia dipenjara pada tahun 1999 karena membaca puisi yang dianggap provokatif dan mengandung unsur agama, di tengah iklim sosial dan politik Turki yang sekuler.
Penangkapan ini justru meningkatkan popularitas Erdoğan, terutama di kalangan kelompok Islam konservatif yang memberikan dukungan besar padanya.
Dukungan inilah yang menjadi modal bagi Erdoğan untuk melangkah lebih jauh hingga mencapai puncak kekuasaan pemerintahan.
Awal Karir Politik Erdogan
Erdogan kemudian mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada akhir 1990-an, sebuah partai berhaluan konservatif yang menekankan pada nilai-nilai Islam.
Pada tahun 2003, Erdoğan dilantik sebagai Perdana Menteri Turki setelah AKP memenangkan pemilihan umum.
Kepemimpinannya berhasil menciptakan stabilitas ekonomi dan sosial di Turki, yang pada gilirannya semakin memperkuat dukungan publik terhadapnya.
Namun, perjalanan politik Erdoğan bukan tanpa hambatan. Pada tahun 2007, militer Turki berusaha untuk menghalangi pemerintahan AKP yang dianggap mengganggu prinsip-prinsip sekularisme warisan Mustafa Kemal Atatürk.
Meski demikian, AKP tetap memenangkan pemilihan umum pada tahun 2007 dan 2011, dan kekuasaan Erdoğan terus berlanjut.
Namun, popularitas Erdoğan mulai mengalami tantangan serius pada tahun 2013, ketika skandal korupsi besar-besaran melanda pemerintahannya.
Hal ini memicu gelombang protes besar-besaran yang direspon dengan tindakan keras oleh pemerintah, yang semakin memperkuat citra Erdoğan sebagai pemimpin otoriter.
Pada tahun 2016, Erdoğan menghadapi percobaan kudeta militer yang besar, yang berakhir dengan kegagalan setelah Erdoğan mengimbau rakyat Turki untuk turun ke jalan dan menggagalkan kudeta tersebut.
Kudeta yang gagal ini justru semakin memperkuat cengkeraman Erdoğan terhadap kekuasaan.
Setahun kemudian, Erdoğan mengubah konstitusi Turki, menghapus jabatan Perdana Menteri dan memperkuat sistem pemerintahan presidensial, yang memberinya kekuasaan eksekutif yang jauh lebih besar.
Perubahan Konstitusional oleh Erdogan
Sentralisasi kekuasaan di tangan Erdoğan menimbulkan kekhawatiran akan semakin berkuasanya pemerintahan yang otoriter di Turki.
Meskipun demikian, Erdoğan membantah tudingan tersebut, dengan alasan bahwa keberlangsungan pemilu di Turki adalah bukti nyata dari berjalannya demokrasi di negara tersebut.
Namun, banyak pihak yang meragukan klaim ini, dengan alasan bahwa pemilu di Turki mungkin saja berlangsung, tetapi tidak fair.
Kini, dua dekade setelah pertama kali berkuasa, Erdoğan masih memegang kendali penuh atas pemerintahan Turki.
Namun, kemenangan Ekrem İmamoğlu dan koalisi oposisi dalam pemilihan lokal baru-baru ini menunjukkan bahwa ada potensi perubahan di masa depan.
İmamoğlu yang digadang-gadang sebagai kandidat presiden potensial, dapat menjadi ancaman serius bagi Erdoğan jika ia memutuskan untuk maju dalam pemilihan presiden mendatang.
Perubahan ini menandakan bahwa lanskap politik Turki mungkin mulai bergeser, dan cengkeraman Erdoğan atas kekuasaan mungkin akan diuji dalam beberapa tahun mendatang.
Pertanyaan utama yang muncul adalah, apakah Erdoğan akan mampu mempertahankan kekuasaannya di tengah tekanan untuk perubahan yang terus meningkat? Ataukah kemenangan koalisi oposisi dalam pemilihan lokal ini akan menjadi awal dari akhir era panjang Erdoğan di Turki?
Baca Juga: Tuduhan Sheikh Hasina Kepada AS Terhadap Kejatuhannya
JogjaPost Jogja News Today. Presenting a variety of interesting information both local Jogja, national and even international. Follow us on Google News and other social media.