Alasan Mengapa Anda Masih Bisa Terinfeksi Covid-19 Meski Sudah Divaksin

by -891 Views

Alasan Mengapa Anda Masih Bisa Terinfeksi Covid-19 Meski Sudah Divaksin

Alasan Mengapa Anda Masih Bisa Terinfeksi Covid-19 Meski Sudah Divaksin (Gambar: Pixabay/Iqbalnuril)

Banyaknya kasus positif Covid-19 di kalangan tenaga kesehatan di Indonesia membuat banyak pihak mulai meragukan keefektivitasan vaksin. Bahkan, meski tenaga kesehatan sudah divaksin tetap banyak dari mereka yang harus dirawat.

Namun, vaksin juga bukanlah obat yang dapat menanggulangi keseluruhan dari gejala Covid-19. Hal ini sebetulnya sudah dinyatakan oleh banyak epidemiolog mengenai pemberian vaksin. Bahkan, jauh sebelum itu banyak ahli menyatakan bahwa vaksin bukan satu-satunya yang dapat mengakhiri pandemi ini.

Alasan Mengapa Anda Masih Bisa Terinfeksi Covid-19 Meski Sudah Divaksin

Jadi, sebetulnya apa yang terjadi dengan tenaga kesehatan kita bukanlah hal yang mengherankan meski mereka sudah divaksin terlebih dahulu. Kenyataannya mereka juga tetap menjalankan protokol kesehatan ketat sama sebelum divaksin.

Namun, apa yang membuat tenaga kesehatan tetap terinfeksi Covid-19 meski sudah divaksin? Akankah kita juga begitu meski sudah divaksin? Kami berhasil menghimpun beberapa jawaban terkait dengan hal tersebut dari berbagai sumber. Berikut penjelasannya:

  1. Kekebalan Sudah Terbentuk, Resiko Tetap Ada

Seperti yang kita tahu, vaksin Covid-19 rata-rata disuntikkan dua kali dengan jarak interval waktu sekitar dua minggu atau lebih. Namun, meskipun anda sudah mendapatkan penyuntikan kedua, bukan berarti kekebalan yang sudah terbentuk bisa menghapus seluruh virus.

 

Hal ini ditegaskan oleh Priya Joi, penulis artikel di proyek GAVI, yaitu proyek penyediaan vaksin Covid-19 untuk negara-negara miskin. Ia menyebut bahwa positif tidaknya seseorang terhadap Covid-19 adalah masalah virus yang terdeteksi pada alat uji tes. Sedangkan jika anda memang positif Covid-19 setelah divaksin, maka hal tersebut tetap mungkin.

 

“Data CDC menunjukkan bahwa infeksi terjadi hanya 0.1% diantara orang-orang yang sudah divaksin dan hanya 2% kematian (setelah terinfeksi dan vaksinasi)”, katanya sambil merujuk data dari Center of Disease Control and Prevention (CDC).

 

  1. Tidak Memberantas Infeksi, Namun Mengurangi Resiko

Reporter New York Times, Johnny Diaz memiliki liputan terbaik untuk menggambarkan hal tersebut. Ia baru saja mewawancarai seorang penyintas Covid-19 yang sebelumnya sudah divaksin (23/6/21). Kevin (42) seorang warga Massachusetts, Amerika Serikat dinyatakan positif setelah berlibur akhir pekan di Provincetown.

 

“Saya pikir ini seperti alergi musim panas New England,” kata Kevin. “Kau tidak akan berpikir bahwa ini terjadi padamu,” tambahnya.

 

Ia merasakan pusing, demam dan tidak bisa tidur malam. Gejalanya mirip dengan flu biasa yang terjadi setiap tahun. Lalu ia memeriksakan diri ke dokter, dan ternyata dinyatakan positif Covid-19. Ia lalu diperintahkan untuk melakukan isolasi mandiri selama 10 hari.

 

Namun, gejala yang ia terima jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan banyak gejala akibat Covid-19. Ia mengatakan “Pada akhirnya vaksinasi masih bekerja. Aku tidak sesakit orang yang mendapatkan Covid lebih dulu sebelum vaksin sekarang tersedia” katanya.

 

Artinya meskipun resiko positif Covid-19 tetap ada bagi orang yang sudah divaksin, namun vaksin tetap bekerja untuk memberikan perlindungan. Setidak-tidaknya untuk mengurangi tingkat fatalitas dan keparahan, vaksin tetap dibutuhkan.

 

  1. Resiko Tertular secara Massal Tetap Ada

Jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi Covid-19 semakin bertambah meskipun vaksinasi sudah dilakukan. Namun tenaga kesehatan juga bukan satu-satunya penerima vaksin yang masih didiagnosa positif Covid-19 secara massal.

 

Baru-baru ini The Independent pada Rabu (23/6/21) melaporkan bahwa sekitar 4.000 orang yang sudah divaksin tetap terinfeksi virus Covid-19 di Massachusetts. Data ini diambil dari data kesehatan negara bagian tersebut pada Rabu waktu setempat.

 

Padahal, negara bagian Massachusetts sudah melakukan vaksinasi untuk 3.7 juta penduduknya menggunakan tiga vaksin berbeda. Vaksin yang digunakan disana adalah Moderna, Pfizer dan Johnson & Johnson. Artinya setiap 1000 orang yang ada disana, terdapat 1 orang yang terinfeksi meskipun sudah divaksin

 

Namun, pusat kontrol penyakit CDC menyatakan “hanya terdapat sebagian kecil dari penerima vaksin tersebut yang mengalami sakit yang harus ke rumah sakit atau meninggal karena Covid-19”.

 

Meskipun begitu, spesialis penyakit infeksi dari Boston University, Davidson Hamer menyatakan perlu penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. “Kami mempelajari bahwa banyak terobosan infeksi tanpa gejala, atau gejala ringan atau gejala singkat”, ujarnya seperti dikutip oleh The Independent (23/6/21). “Beban gejala tidaklah tinggi. Terobosan seperti yang diharapkan dan kita membutuhkan untuk memahami dengan baik siapa yang beresiko dan yang memiliki terobosan dapat mentransmisikan virus ke orang lain,” katanya.

 

  1. Tetap Memakai Masker dan Jaga Jarak Meski Sudah Divaksin

Itulah mengapa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam rilis di website GAVI tetap menekankan penggunaan masker, meski sudah divaksin. Hal ini dinyatakan oleh Dr. Preeti Malani, ketua pusat kesehatan University of Michigan (21/1/21).

 

“Masker dan jaga jarak sosial akan dibuthkan untuk melanjutkan ke masa depan yang belum terlihat, sampai kita memiliki level kekebalan (herd immunity), kata Dr. Preeti Malani.

 

Setidaknya ada lima alasan mengapa anda harus memakai masker meski sudah divaksin, seperti yang dikutip dari situs WHO-GAVI. Pertama, sejauh ini tidak ada vaksin yang 100% efektif. Kedua, vaksin tidak memberikan perlindungan yang cepat. Ketiga, vaksin tidak melindungi anda dari penyebaran virus. Keempat, masker memproteksi orang-orang yang memiliki sistem imun lemah. Kelima, masker memberikan proteksi untuk melawan banyak strain virus Covid-19 meskipun terdapat mutasi genetik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *