Memahami Perspektif Dimensi dan Iman
Pernahkah kamu menonton film Interstellar? Di salah satu scene yang mengesankan, tokoh utama memasuki ruangan yang disebut Tesseract—sebuah gambaran dari dimensi keempat. Meskipun dalam film kita hanya melihat ‘bayangan’ dari Tesseract, gambaran ini bisa membantu kita memahami mengapa Allah tidak bisa dilihat dengan mata manusia.
Perspektif Dimensi dan Ketidakmampuan Melihat
Bayangkan jika kita adalah makhluk tiga dimensi yang mencoba memahami sesuatu dalam dimensi keempat. Kita hanya bisa melihat ‘bayangan’ dari objek tersebut karena kemampuan kita terbatas pada dimensi yang kita huni. Begitu pula, dalam konteks keyakinan kita, Allah berada di luar pemahaman dan penglihatan manusia biasa.
Dalam Al-Qur’an, ada kisah yang menggambarkan ketidakmampuan manusia. Nabi Musa pernah meminta agar Allah memperlihatkan diri-Nya kepadanya. Allah menjawab bahwa Musa tidak akan sanggup melihat-Nya, dan sebagai gantinya, Dia meminta Musa untuk melihat gunung di sekelilingnya. Ketika Allah menampakkan sedikit dari kemuliaan-Nya kepada gunung, gunung itu hancur dan Musa jatuh pingsan.
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: ‘Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.’ Tuhan berfirman: ‘Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku.’ Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: ‘Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.’” (Al-A’raf: 143)
Janji Allah kepada Orang-orang Mukmin
Meskipun kita tidak bisa melihat Allah di dunia ini, ada janji indah dalam agama kita. Allah berjanji bahwa di akhirat nanti, di Surga, orang-orang mukmin akan diberi kesempatan untuk melihat-Nya. Ini adalah kebahagiaan tertinggi yang akan dirasakan oleh mereka yang taat dan beriman.
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri (indah). Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (Al-Qiyamah: 22-23)
Memahami alasan mengapa kita tidak bisa melihat Allah memerlukan pemahaman tentang batasan dimensi yang kita huni dan keagungan Allah yang melampaui batas pemahaman manusia. Seperti gambaran dalam film Interstellar tentang Tesseract, kita hanya bisa melihat ‘bayangan’ dari yang sesungguhnya. Tetapi, keyakinan kita kepada Allah dan janji-Nya di Surga memberikan harapan dan motivasi untuk terus beriman dan berbuat baik.
Dengan pemahaman ini, mari kita tingkatkan ibadah dan keimanan kita, menantikan hari di mana kita bisa melihat Allah dengan penuh kebahagiaan dan kepuasan.
Baca Juga: “Cara Mendapatkan Pemasukan Tambahan dari Internet“
JogjaPost Jogja News Today. Presenting a variety of interesting information both local Jogja, national and even international. Follow us on Google News and other social media.