Yogyakarta, 22 Juni 2024 – Pertengahan Juni 2024, Jogja kembali dihadapkan pada permasalahan sampah yang menggunung. Tumpukan sampah di beberapa Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS), terutama di Depo Mandala Krida, menjadi sorotan. Situasi ini tak hanya mengganggu estetika kota, tetapi juga menimbulkan ancaman kesehatan dan kerusakan lingkungan.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, volume sampah di Jogja mencapai 300 ton per hari. Sampah plastik menjadi penyumbang terbesar, mencapai 15%. Penumpukan sampah dipicu oleh beberapa faktor, seperti lonjakan volume sampah selama libur Lebaran, keterbatasan armada pengangkut, dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah.
Dampak dari tumpukan sampah ini tak hanya dirasakan oleh DLHK, tetapi juga masyarakat sekitar. Bau menyengat dari sampah yang membusuk menyebabkan gangguan kesehatan bagi warga. Pedagang di sekitar Depo Mandala Krida pun mengeluhkan penurunan omzet akibat sampah yang meluber hingga ke jalan. Tak hanya itu, tumpukan sampah juga berpotensi merusak infrastruktur, seperti pagar Depo Mandala Krida yang roboh.
DLHK telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan ini, seperti pembersihan dan normalisasi TPS, penambahan armada pengangkut sampah, dan imbauan kepada masyarakat untuk memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik, dan mengelola sampah organik secara mandiri.
Namun, upaya-upaya tersebut tampaknya belum cukup untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. Diperlukan solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan.
Alternatif Penanganan Sampah di Jogja
Di tengah upaya DLHK, beberapa komunitas dan organisasi di Jogja mulai menerapkan alternatif penanganan sampah yang menarik. Berikut beberapa contohnya:
- Bank Sampah: Bank Sampah merupakan solusi untuk mendaur ulang sampah bernilai ekonomis. Masyarakat dapat menukarkan sampahnya dengan uang atau barang di Bank Sampah. Di Jogja, terdapat banyak Bank Sampah yang tersebar di berbagai wilayah.
- Kompos: Kompos adalah solusi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk. Kompos dapat dibuat di rumah tangga dengan memanfaatkan sisa makanan, daun kering, dan ranting pohon.
- Lubang Biopori: Lubang biopori adalah solusi untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Selain itu, lubang biopori juga dapat mengolah sampah organik menjadi pupuk.
- Penerapan Teknologi: Beberapa startup di Jogja mulai mengembangkan teknologi untuk mengolah sampah, seperti mesin pencacah plastik dan mesin pengomposan. Teknologi ini dapat membantu mengurangi volume sampah dan menghasilkan produk yang bermanfaat.
Partisipasi Masyarakat Jogja Kunci Utama Atasi Permasalahan Sampah
Upaya-upaya di atas tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif dari masyarakat. Kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam mengelola sampah menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan ini.
Masyarakat dapat mulai dengan memilah sampah di rumah tangga, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan berpartisipasi dalam program-program pengelolaan sampah di lingkungan tempat tinggalnya.
Pemerintah pun perlu memperkuat regulasi terkait pengelolaan sampah, seperti penerapan sanksi bagi pelanggar dan insentif bagi masyarakat yang menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.
Desa di Jogja yang Punya Alteratif Pengelolaan Sampah Unik
Permasalahan sampah di Jogja, terutama penumpukan sampah di TPA Piyaman, kian memprihatinkan. Diperlukan solusi inovatif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini. Berikut beberapa alternatif pengelolaan sampah yang dapat diterapkan di Jogja:
1. Pengolahan Sampah Plastik Menjadi Paving Block:
Manfaat: Mengurangi volume sampah plastik, menghasilkan produk bermanfaat (paving block), dan meningkatkan estetika lingkungan.
Contoh Penerapan: Kepanewonan Pleret, berhasil mengolah sampah plastik menjadi paving block yang ramah lingkungan dan tahan lama.
2. Pengolahan Sampah Organik Menjadi Kompos:
Manfaat: Mengubah sampah organik menjadi pupuk alami yang bermanfaat untuk menyuburkan tanaman.
Contoh Penerapan: Kepanewonan Panggungharjo Sewon, mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos dan magot, yang kemudian diolah menjadi pakan ternak dan pupuk organik.
3. Pemilahan dan Penjualan Sampah Anorganik:
Manfaat: Mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA, menghasilkan nilai ekonomis dari sampah yang dijual, dan mendorong ekonomi kreatif.
Contoh Penerapan: Kepanewonan panggungharjo sewon Bantul dengan program KUPAS (Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah). Di Kupas, sampah anorganik dipilah dan dijual ke Industri daur ulang. Sementara itu, sampah anorganik berkualitas rendah yang tidak masuk kriteria daur ulang, di lebur pada suhu 400 derajat dan kemudian di cetak menjadi bahan material bangunan menyerupai kayu.